ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM SAKSI PELAKU YANG BEKERJASAMA (JUSTICE COLLABORATOR) PERKARA TINDAK PIDANA NARKOTIKA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA
DOI:
https://doi.org/10.31599/sasana.v6i2.271Keywords:
Perlindungan hukum, Jusitice collaborator, Sistem Peradilan PidanaAbstract
Penegakan hukum tindak pidana Narkotika yang melibatkan sindikat peredaran gelap Narkotika yang memiliki struktur dan jaringan yang tertutup sehingga menyulitkan aparat penegak hukum dalam pemberantasannya. Untuk menembus ke dalam jaringan sindikat Narkotika dengan diperlukan peran dari pelaku yang secara langsung terlibat dalam sindikat tersebut untuk memberikan keterangan dalam rangka mengungkap pelaku lain dengan peran yang lebih besar, sehingga terhadap pelaku yang telah bersedia bekerjasama tersebut perlu diberikan perlindungan hukum. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan menemukan konsep perlidungan hukum terhadap saksi pelaku yang bekerjasama dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan, kemudian dianalisis secara yuridis-kualitatif dan dituangkan dalam bentuk deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap saksi pelaku yang bekerjasama dalam mengungkap tindak pidana saat ini belum memadai, dimana perlindungan yang diberikan hanya terbatas pada perlindungan dari laporan balik pelaku yang diungkapnya dan bukan perlindungan hukum berupa peniadaan penuntutan atas tindak pidana yang dilakukannya. Perlindungan hukum saksi pelaku yang bekerjasama pada masa mendatang perlu adanya perluasan ruang lingkup saksi pelaku yang bekerjasama dengan penegak hukum tidak hanya pada kasus yang sama, perluasan perlindungan hukum berupa peniadaan penuntutan atas tindak pidana yang dilakukannya, dan perluasan bentuk perlindungan lainnya selama menjalani proses peradilan
Downloads
References
Buku
Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2004.
Chazawi, Adhami, Pelajaran Hukum Pidana; Bagian kedua, Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan, Pemberatan & Peringanan, Kajahatan Aduan, Perbarengan & Ajaran Kausalitas, Jakarta : Rajawali Pers, 2011.
Gautama, Sudargo, Pengertian Tentang Negara Hukum, Bandung : Alumni, 1973.
Iskandar, Anang, Jalan Lurus Penanganan Penyalahguna Narkotika Dalam Konstruksi Hukum Positif, Karawang : Tanpas Comunications, 2015.
Iksan, Muchamad, Hukum Perlindungan Saksi dalam Sistem Peradilan pidana di Indonesia, Surakarta : Muhammadiyah University Press, 2012.
Mulyadi, Lilik, Perlindungan Hukum Whistleblower & Justice Collaborator dalam Upaya Penaggulangan Organized Crime, Bandung : Alumni, 2015.
Rukmini, Mien, Perlindungan HAM Melalui Asas Praduga Tak Bersalah dan Asas Persamaan Kedudukan dalam Hukum Pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Bandung : PT. Alumni, 2003.
Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktik, Jakarta : Sinar Grafika, 2008.
Wijaya, Firman, Whistle Blower dan Justice Collaborator Dalam Perspektif Hukum, Jakarta : Penaku, 2012.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban.
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang pengesahan Konvensi PBB menentang tindak pidana transnasional yang terorganisasi (United Nations Convention Againts Transnational Organized Crime).
Undang–Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang pengesahan Konvensi PBB Anti Korupsi (United Nations Convention Against Corruption).
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang tata cara pelaksanaan dan peran serta masyarakat dalam pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Korupsi.
Peraturan Bersama Menkumham RI, Jaksa Agung RI, Kapolri, KPK RI dan LPSK RI, Nomor : M.HH-11.HM.03.02.th.2011, Nomor : PER-045/A/JA/12/2011, Nomor : 1 Tahun 2011, Nomor : KEPB-02/01-55/12/2011, Nomor : 4 Tahun 2011, tentang Perlindungan Bagi Pelapor, Saksi Pelapor dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama.
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku Yang Bekerjasama (Justice Collaborator) Di Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.
Sumber Lain
F. Marshall, Toni, “Restorative Justice an Overview”, Minnesota : Center of Restorative Justice and Mediation University of Minnesota.
Katharina Zimmermann, Anne, “Securing Protection and Cooperation of Witnesses and Whistleblower and Overview of the Law as its Stands in Germany”, tanpa tahun.
J.P. Tak, Peter, De Kroongetuige en de Geogarniseerde Misdaad ; Een Rechtsvergelijkend Onderzoek Naar de Kroongetuige als Instrument bij de Bestrijding van de Georganiseerde Misdaad in het Belgische, Deense, Duitse en Italiaanse Recht, Arnhem : Gouda Quint, 1994.
Peter Wilhelm Hilger, Johan, “Principle Witness Regulation to Suppress Organized Crime in Germany”, tanpa tahun.
Replies to The Questionnaire on Protection of Witnesses and Pentiti in Relation to Act of Terrorism”, United States of America.
United Nation Office On Drugs and Crime, “Praktik Terbaik Perlindungan Saksi dalam Proses Pidana yang Melibatkan Kejahatan Terorganisir”, Jakarta : Division Of Operation UNODC, Tanpa Tahun.
Widodo Eddyono, Supriyadi (et.al), Meninjau Rehabilitasi Pengguna Narkotika Dalam Praktik Peradilan, Jakarta : Institute for Criminal Justice Reform, 2016.
, “Saksi Dalam Ancaman : Dokumentasi Kasus”, Jakarta : ELSAM, 2005.
Widodo Eddyono, Supriyadi, Pemberian Keterangan Saksi Lewat Videoconfrence Dalam Rancangan KUHAP, Jakarta : Institute for Criminal Justice Reform, 2015.